Sejarah Kraton Kacirebonan

Sejarah bermula apabila Pangeran Sultan Kacirebonan Raja Kanoman, pewaris takhta Kesultanan Kanoman bergabung dengan rakyat Cirebon menolak cukai yang dikenakan oleh Belanda. Pemakaian cukai ini membawa kepada pemberontakan rakyat di beberapa tempat.Akibatnya, Putera Raja Kanoman telah ditangkap oleh Belanda dan dilemparkan ke dalam kubu Viktoria di Ambon, dilucutkan gelarannya, serta dilucutkan sebagai Sultan Kanoman. Namun, kerana perlawanan rakyat Cirebon belum reda, Belanda akhirnya membawa pulang Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon untuk menamatkan pemberontakan. Kedudukan bangsawan Putera Raja Kanoman dikembalikan, tetapi hak ke atas Kesultanan Kanoman tetap dicabut.Sekembalinya ke Cirebon pada tahun 1808, Pangeran Raja Kanoman tinggal di kompleks dan bergelar Sultan Gua Sunyaragi Amiril Mukminin Sultan Muhammad Khaerudin atau Carbon walaupun tidak memiliki istana. Sehingga kematiannya pada tahun 1814, Sultan Carbon kekal konsisten dengan pendiriannya dan menolak pencen daripada Belanda. Carbon ialah isteri Almarhum Sultan bernama permaisuri Raja Resminingpuri yang kemudiannya membina istana Kacirebonan menggunakan wang pencen dari Belanda.[1]Pembentukan Kesultanan Cirebon (1522-1677) erat kaitannya dengan kehadiran Kesultanan Demak.Kesultanan Cirebon didirikan pada tahun 1552 oleh panglima kesultanan Demak, kemudian Sultan Cirebon mangkat pada tahun 1570 dan digantikan oleh putranya yang masih sangat muda saat itu. Berdasarkan berita Pagoda Talang dan Semarang, pengasas terkemuka Kesultanan Cirebon ini dianggap sinonim dengan tokoh pendiri Kesultanan Banten, Sunan Gunung Jati.Sultan Kesultanan Cirebon:

Perpecahan I, pada tahun 1677Pembagian pertama Kesultanan Cirebon, demikian terjadi pada masa penobatan tiga putra Panembahan Girilaya: Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupakan babak baru bagi keraton Cirebon, di mana kerajaan terbelah. menjadi tiga dan masing-masing memerintah dan menurunkan maharaja seterusnya. Maka, penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:

  • Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, bergelar Sultan Muhammad Samsudin Makarimi Sepuh Abil (1677-1703)
  • Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, bergelar Sultan Muhammad Badrudin Makarimi Anom Abil (1677-1723)
  • Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon bergelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713). Pangeran Wangsakerta tidak dilantik tetapi hanya Panembahan sultan. Dia tidak mempunyai bidang kuasa atau istana itu sendiri tetapi berdiri sebagai Kaprabonan adalah tempat untuk mempelajari istana intelektual.

Perpecahan II, pada tahun 1807, pengasas KacirebonanPenggantian sultan Cirebon pada umumnya berjalan lancar, hingga masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), di mana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri untuk membangun kerajaan sendiri sebagai Kesultanan Kacirebonan. .Wasiat Pangeran Raja Kanoman yang didukung oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membebaskan Besluit (Belanda: dekrit) Gabenor-Jeneral Hindia Belanda yang mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan pada tahun 1807 dengan sekatan bahawa anak-anak dan penerusnya tidak. berhak mendapat gelaran sultan, hanya dengan gelaran putera raja. Karena di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, sebagian kecil dari Kesultanan Kanoman. Sementara takhta Sultan Kanoman V jatuh pada putera Sultan Anom IV yang lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803-1811).Istana Kacirebonan dibina pada tahun 1807 semasa perpecahan kedua Kesultanan.Penggantian sultan Umumnya berjalan lancar, hingga pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), ketika terjadi perpecahan, salah seorang putranya Karena barang, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin membangun Kesultanannya, Kesultanan Kacirebonan bernama.[2][3]